Storrs-- Harimau Tasmania dinyatakan punah mendahului sepupunya, iblis Tasmania (Tasmanian devil). Para ilmuwan menyebut punahnya hewan berkantong asli Pulau Tasmania dan Australia itu bukan akibat aktivitas perburuan oleh manusia.
"Kami menemukan keragaman genetik thylacine jauh lebih rendah dibanding iblis Tasmania," kata peneliti Andrew Pask dari University of Connecticut, Amerika Serikat.
Harimau Tasmania (Thylacinus cynocephalus), atau thylacine, diburu sampai nyaris punah pada awal 1900-an. Individu terakhir mati di kebun binatang Tasmania pada 1936. Selama ini perburuan oleh manusia dituding sebagai penyebab utama kepunahan harimau Tasmania.
Bertubuh garis-garis seperti harimau, hewan ini memiliki tubuh seperti anjing berukuran sedang serta berkeliaran di daratan Australia dan pulau kecil di sebelah selatannya, Tasmania.
Penelitian terbaru merekam beberapa fragmen genetik harimau Tasmania dari 14 sampel, termasuk bulu, tulang, dan spesimen, yang diawetkan selama lebih dari 100 tahun. Para ilmuwan menemukan individu-individu harimau Tasmania memiliki materi genetik sangat mirip, yang mencapai angka 99,5 persen. Padahal dulunya materi genetik ini sangat beragam.
"Jika kita membandingkan bagian yang sama dari DNA, harimau Tasmania rata-rata hanya memiliki satu DNA berbeda antar-individu. Adapun anjing, misalnya, memiliki 5-6 perbedaan antar-individu," kata Brandon Menzies, rekan peneliti Pask dari University of Connecticut.
Menzies mengatakan variabilitas genetik pada dasarnya adalah perbedaan urutan gen di antara dua individu dalam satu spesies. Analisis genom menunjukkan harimau Tasmania memiliki variabilitas genetik terlalu sedikit untuk bertahan hidup.
Angka keragaman genetik yang makin kecil menjadi semacam mantra kepunahan bagi suatu spesies. Jika tidak memiliki kolam genetik yang lebih besar, spesies tersebut terancam tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan.
Rendahnya keragaman genetik suatu spesies dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Misalnya, spesies tersebut terdiri atas banyak populasi berukuran kecil yang hidupnya saling terisolasi. Dampaknya, jumlah anggota populasi menurun tajam akibat banyak terjadi kawin silang antar-saudara (inbreeding).
"Dalam kasus iblis Tasmania dan harimau Tasmania, rendahnya keragaman genetik mungkin berasal dari kelompok-kelompok kecil populasi yang tetap terisolasi dari populasi di daratan utama Australia," ujar Menzies.
Sepupu harimau Tasmania yang saat ini masih hidup, iblis Tasmania, juga nyaris punah karena kanker menular. Para ilmuwan mengatakan rendahnya keragaman genetik "si iblis" mempercepat penyebaran penyakit mematikan tersebut.
"Harimau Tasmania, kalaupun masih hidup sampai hari ini, juga akan sangat rentan terhadap penyakit," kata para ilmuwan dalam jurnal PLoS ONE.
Pask menyatakan penelitian mendalam tentang harimau Tasmania dapat membantu para ilmuwan menyelamatkan iblis Tasmania yang masih tersisa. "Dari sudut pandang konservasi, kita perlu mengetahui hal-hal tentang genom hewan," ujarnya. "Ada banyak hewan rapuh di Australia dan Tasmania."
"Kami menemukan keragaman genetik thylacine jauh lebih rendah dibanding iblis Tasmania," kata peneliti Andrew Pask dari University of Connecticut, Amerika Serikat.
Harimau Tasmania (Thylacinus cynocephalus), atau thylacine, diburu sampai nyaris punah pada awal 1900-an. Individu terakhir mati di kebun binatang Tasmania pada 1936. Selama ini perburuan oleh manusia dituding sebagai penyebab utama kepunahan harimau Tasmania.
Bertubuh garis-garis seperti harimau, hewan ini memiliki tubuh seperti anjing berukuran sedang serta berkeliaran di daratan Australia dan pulau kecil di sebelah selatannya, Tasmania.
Penelitian terbaru merekam beberapa fragmen genetik harimau Tasmania dari 14 sampel, termasuk bulu, tulang, dan spesimen, yang diawetkan selama lebih dari 100 tahun. Para ilmuwan menemukan individu-individu harimau Tasmania memiliki materi genetik sangat mirip, yang mencapai angka 99,5 persen. Padahal dulunya materi genetik ini sangat beragam.
"Jika kita membandingkan bagian yang sama dari DNA, harimau Tasmania rata-rata hanya memiliki satu DNA berbeda antar-individu. Adapun anjing, misalnya, memiliki 5-6 perbedaan antar-individu," kata Brandon Menzies, rekan peneliti Pask dari University of Connecticut.
Menzies mengatakan variabilitas genetik pada dasarnya adalah perbedaan urutan gen di antara dua individu dalam satu spesies. Analisis genom menunjukkan harimau Tasmania memiliki variabilitas genetik terlalu sedikit untuk bertahan hidup.
Angka keragaman genetik yang makin kecil menjadi semacam mantra kepunahan bagi suatu spesies. Jika tidak memiliki kolam genetik yang lebih besar, spesies tersebut terancam tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan.
Rendahnya keragaman genetik suatu spesies dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Misalnya, spesies tersebut terdiri atas banyak populasi berukuran kecil yang hidupnya saling terisolasi. Dampaknya, jumlah anggota populasi menurun tajam akibat banyak terjadi kawin silang antar-saudara (inbreeding).
"Dalam kasus iblis Tasmania dan harimau Tasmania, rendahnya keragaman genetik mungkin berasal dari kelompok-kelompok kecil populasi yang tetap terisolasi dari populasi di daratan utama Australia," ujar Menzies.
Sepupu harimau Tasmania yang saat ini masih hidup, iblis Tasmania, juga nyaris punah karena kanker menular. Para ilmuwan mengatakan rendahnya keragaman genetik "si iblis" mempercepat penyebaran penyakit mematikan tersebut.
"Harimau Tasmania, kalaupun masih hidup sampai hari ini, juga akan sangat rentan terhadap penyakit," kata para ilmuwan dalam jurnal PLoS ONE.
Pask menyatakan penelitian mendalam tentang harimau Tasmania dapat membantu para ilmuwan menyelamatkan iblis Tasmania yang masih tersisa. "Dari sudut pandang konservasi, kita perlu mengetahui hal-hal tentang genom hewan," ujarnya. "Ada banyak hewan rapuh di Australia dan Tasmania."
0 komentar:
Posting Komentar